Salah satu fenomena yang cukup menghebohkan dunia Islam saat ini adalah
adanya sekelompok umat yang aktif mengkafirkan kelompok lainnya. Mereka
memandang bahwa orang-orang yang ada di luar kelompoknya, atau yang tidak
berbaiat kepada imam mereka sebagai kafir, murtad dan keluar dari Islam.Bahkan
terkadang dosa-dosa yang dilakukan oleh umat Islam ini sudah cukup dijadikan
dasar oleh mereka untuk memposisikan umat Islam di dalam kekafiran.Lebih jauh
lagi, para pemimpin negeri Islam dan termasuk juga ulama pun dikafirkan karena
dianggap mendiamkan kemungkaran. Jadi dalam pandangan mereka, tidak harus
menjalankan kemungkaran, tapi sekedar mendiamkan kemungkaran pun sudah bisa
membuat seseorang atau sebuah pemerintahan menjadi kafir.
Maka setiap kali berbeda pendapat dengan orang lain, mereka dengan
mudah menyerang lawan bicaranya itu dengan julukan kafir. Seolah-olah di dunia
ini hanya dirinya saja yang berhak menganut agama Islam, sedangkan orang lain
sangat rentan untuk menjadi kafir
DASAR LARANGAN MENUDUH KAFIR KEPADA SESAMA
MUSLIM
أَيُّمَا امْرِئٍ قَالَ لِأَخِيهِ يَا كَافِرُ فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَمَا قَالَ وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ
Barangsiapa yang berkata kepada saudaranya,
“hai orang kafir,” maka kata itu akan menimpa salah satunya. Jika benar apa
yang diucapkan (berarti orang yang dituduh menjadi kafir); jika tidak, maka
tuduhan itu akan menimpa orang yang menuduh. [HR Muslim].
“Tahanlah dari kalian (jangan menyerang) orang ahli La ilaha
ilallah (yakni orang muslim) janganlah kalian mengkafirkan mereka karena suatu
dosa” pada versi yang lain “janganlah kalian mengeluarkan mereka dari Islam
karena suatu perbuatan”,(Dari Abdullah bin Umar, HR Ath Thabrahiy).
Dari beberapa hadits di atas secara tegas Rasul ‘mengancam’ orang yang
salah menuduh orang lain kafir atau fasiq adalah kafir di mata Allah, sehingga
Rasul menegaskan kepada kita agar tidak mengumbar kata kafir ini sembarangan.
Misalnya mengatakan kafir kepada orang-orang yang tidak sepaham pada masalah
yang tidak menyalahi prinsip keislaman dan keimanan. Tidak juga ada Al-Qur’an
atau Hadits yang secara tegas menyatakan orang yang tidak mendukung Negara
Islam di ‘cap’ sebagai kafir.
“Sepeninggalanku akan ada sekelompok orang
yang membaca Al Qur’an tidak melampaui tenggorokannya. Mereka membunuh
pemeluk-pemeluk Islam dan membiarkan para penyembah berhala. Mereka itu
orang-orang yang jauh menyimpang dari rel agama, demikian jauhnya seperti anak
panah yang tidak mengena pada sasarannya. Sekiranya aku mengalami mereka, pasti
akan kuperangi sebagai orang durhaka”,(Dari Abu Sa’id al Khudriy, HR Bukhari,
Muslim)
Selanjutnya dengan Tegas Rasul menyatakan
kerugian atas orang-orang yang melakukan takfir ini :
“أَتَدْرُوْنَ مَنِ الْمُفْلِسُ قَالُوْا: المُفْلِسُ فِيْنَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ، فَقَالَ: المُفْلِسُ مِنْ أُمَّتَي مَنْ يَأْتِيَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَزَكَاةٍ وَصِيَامٍ، وَيَأْتِي وَقَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَل مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطِى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ، أَخَذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian siapa orang bangkrut itu ?” Mereka menjawab,
“Orang bangkrut menurut kami adalah yang tidak punya dirham dan harta benda.”
Beliau bersabda, “Orang bangkrut di kalangan umatku adalah seseorang yang
datang pada hari Kiamat nanti dengan shalat, zakat, dan puasanya. Ia datang
pada hari itu dan sebelumnya pernah mencaci si ini, menuduh si ini, memakan
harta si ini, menumpahkan darah si ini, dan memukul ini. Maka yang ini diberi
dari kebaikannya (ibadahnya) dan itu dari kebaikannya (ibadahnya). Jika
kebaikannya sudah habis sebelum melunasi tanggungannya diambillah dari
kesalahan mereka dan dilemparkan kepadanya. Lalu orang itu dilemparkan ke dalam
neraka.” (HR.Muslim)
1.
Latar Belakang Munculnya Takfir
Untuk bisa menanggapi fenomena tersebut, tidak ada salahnya bila kita
coba untuk menelusuri latar belakang dan motivasi yang menyebabkan sebagian
saudara kita melakukannya. Sebab dengan mengenal latar belakang dan
motivasinya, kita bisa memahami alur berpikir mereka. Dan dengan itu, kita pun
bisa melakukan koreksi dan memberikan masukan yang positif atas pendapat itu
A. Fenomena tersebarnya
kekufuran, kemaksiatan serta kemurtadan di tengah masyarakat Islam memang sudah
sedemikian parah. Para penyeru kebatilan menarikan tarian syetan tanpa malu dan
tanpa harga diri di depan hidung kita. Mereka dengan luluasa memanfaatkan media
informasi untuk menyiarkan dan menyebarkan kebatilan tanpa ada upaya pencegahan
yang berarti. Seks bebas, pelacuran, pemerkosaan, pencurian, khamar, narkotika,
kolusi di antara penguasa serta pelecehan hukum dan agama telah membuat darah
pendukung takfir ini bergejolak untuk bertindak
B. Tingkat toleransi dari
sebagian ulama yang terlalu berlebihan mengakibatkan tidak sabarnya kelompok
pentakfir untuk segera mengeluarkan vonis kafir kepada siapa saja yang
dipandang keluar dari ajaran Islam
C. Umumnya mereka yang suka
mengkafirkan orang lain itu adalah generasi muda punya niat ikhlas, semangat
membara, fitalitas yang tingggi, taat beribadah, punya semangat amar ma'ruf
nahi mungkar dan punya rasa memiliki atas umat ini yang banyak. Dan paling
utama adalah rasa keprihatinan mereka atas apa yang kita saksikan termasuk
kerusakan moral, akhlaq, adab Islam, kemurtadan dan tekanan kekuatan kafir.
Semua problem itu demikian menyiksa batin mereka sehingga keluarlah mereka dari
kearifannya dan masuk ke wilayah yang out of control
D. Namun energi yang tinggi itu
tidak diimbangi dengan kemampuan syar'iyah yang mendasar. Kurangnya latar
belakang kafaah syar'iyah dan pendalaman bidang hukum Islam telah membuat
mereka cenderung untuk mengambil ayat-ayat yang mutasyabihat dan meninggalkan
yang muhkamat. Selain itu karena kurang luasnya wawasan mereka, sehingga
seringkali mereka hanya menemukan sepotong dalil dan terluput dari dalil
lainnya. Akibatnya pemahaman mereka menjadi sepotong-sepotong, tidak lengkap
dan tidak komprehensif.
2.
Bahaya Menuduh Kafir Kepada Seorang Muslim
Dr. yusuf al-Qaradawi ketika menjelaskan tentang bahaya dari menuduh
atau mengkafirkan seorang muslim, menjelaskan beberapa konsekuensi yang berat.
Padahal setiap orang yang berikrar dan mengucapkan syahadat telah dianggap
muslim, di mana nyawa dan hartanya terlindung. Dalam hal ini tidak perlu
diteliti batinnya. Menuduh seorang muslim sebagai kafir, hukumnya amat
berbahaya dan akibat yang akan ditimbulkannya lebih berbahaya lagi. Di
antaranya ialah :
Ø
Bagi isterinya, dilarang berdiam bersama
suaminya yang kafir, dan mereka harus dipisahkan. Seorang wanita Muslimat tidak
sah menjadi isteri orang kafir.
Ø
Bagi anak-anaknya, dilarang berdiam di bawah
kekuasaannya, karena dikhawatirkan akan mempengaruhi mereka. Anak-anak tersebut
adalah amanat dan tanggungjawab orangtua. Jika orangtuanya kafir, maka menjadi
tanggungjawab ummat Islam.Dia kehilangan haknya dari kewajiban-kewajiban
masyarakat atau orang lain yang harus diterimanya, misalnya ditolong,
dilindungi, diberi salam, bahkan dia harus dijauhi sebagai pelajaran.
Ø
Dia harus dihadapkan kemuka hakim, agar
djatuhkan hukuman baginya, karena telah murtad.
Ø
Jika dia meninggal, tidak perlu diurusi,
dimandikan, disalati, dikubur di pemakaman Islam, diwarisi dan tidak pula dapat
mewarisi.
Ø
Jika dia meninggal dalam keadaan kufur, maka dia
mendapat laknat dan akan jauh dari rahmat Allah. Dengan demikian dia akan kekal
dalam neraka.
Demikianlah hukuman yang harus dijatuhkan bagi orang yang menamakan
atau menganggap golongan tertentu atau seseorang sebagai orang kafir; itulah
akibat yang harus ditanggungnya. Maka, sekali lagi amat berat dan berbahaya
mengafirkan orang yang bukan (belum jelas) kekafirannya
3.
Syarat Ke-Islaman : Ikrar Dua Kalimat Syahadat
Syarat utama bagi orang yang baru masuk Islam ialah mengucapkan dua
kalimat Syahadat. Yaitu, "Asyhadu allaa ilaaha ilallaah, wa asyhadu anna
Muhammadar Rasuulullah."
Barangsiapa yang mengucapkan dan
mengikrarkan dengan lisannya, maka dia menjadi orang Islam. Dan berlaku baginya
hukum-hukum Islam, walaupun dalam hatinya dia mengingkari. Karena kita
diperintahkan untuk memberlakukan secara lahirnya. Adapun batinnya, kita
serahkan kepada Allah. Dalil dari hal itu adalah ketika Nabi saw. menerima
orang-orang yang hendak masuk Islam, beliau hanya mewajibkan mereka mengucapkan
dua kalimat Syahadat. Nabi saw. tidak menunggu hingga datangnya waktu salat
atau bulan Puasa (Ramadhan).
Di saat Usamah, sahabat Rasulullah saw, membunuh orang yang sedang
mengucapkan, "Laa ilaaha illallaah, " Nabi menyalahkannya dengan
sabdanya, "Engkau bunuh dia, setelah dia mengucapkan Laa ilaaha
illallaah." Usamah lalu berkata, "Dia mengucapkan Laa ilaaha
illallaah karena takut mati." Kemudian Rasulullah saw. bersabda,
"Apakah kamu mengetahui isi hatinya?"
Dalam Musnad Al-Imam Ahmad diterangkan, ketika kaum Tsaqif masuk Islam,
mereka mengajukan satu syarat kepada Rasulullah saw, yaitu supaya dibebaskan
dari kewajiban bersedekah dan jihad. Lalu Nabi saw. bersabda, "Mereka akan
melakukan (mengerjakan) sedekah dan jihad."
4.
Dosa Besar Tidak Merusak ke-Islaman
Dalam paham aqidah ahlisunnah wal jamaah, dosa-dosa yang dilakukan oleh
seseorang meski dilakukan berulang-ulang tidak membatalkan syahadat alias tidak
membuatnya berubah statusnya menjadi kafir. Kecuali bila menafikan
kewajiban-kewajiban yang mutlak seperti kewaiban shalat, zakat dan lainnya.
Yang membuat kafir itu bukan tidak melakukan ibadah shalat atau tidak bayar
zakat, tetapi mengingkari adanya kewajiban tersebut.
Jadi bila ada seorang muslim shalatnya jarang-jarang tapi dalam
keyakinannya dia sadar bahwa shalat itu wajib, Cuma masalahnya dia malas, maka
dia tidak bisa dikatakan kafir atau keluar dari Islam.
Pemikiran bila seorang berbuat dosa besar lalu menjadi kafir seperti
itu justru datang dari paham aqidah Mu`tazilah. Menurut paham ini tuhan
berjanji untuk meberi pahala kepada yang berbuat baik dan mengancam yang
berbuat dosa. Sekali orang melakukan dosa, maka tidak ada ampun lagi selamanya.
Karena itu bila seorang berdosa dan mati sebelum bertaubat, maka dia akan kekal
selamanya di neraka.
Dalam aqidah ahlisunnah, bila seorang berbuat dosa maka dicatat amal
buruknya itu dan bila dia bertobat maka tergantugn Allah, apakah akan diterima
tobatnya atau tidak. Tapi yang jelas dia tidak menjadi kafir lantaran melakukan
dosa meski sering diulangi.
5.
Kafir Yang Bukan Kafir
Umumnya kelompok takfir yang kerjanya menuduh kafir menggunakan ayat
Al-Quran secara zahir. Misalnya ayat berikut ini :
Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir.(QS.
Al-Maidah: 44)
Maka dalam pandangan mereka, muslim mana pun sudah dianggap kafir
lantaran tidak menjalankan hukum Allah dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya
penguasa, tapi semua orang Islam yang tidak menjalankan hukum Islam.
Sedangkan dalam pemahaman aqidah Ahi Sunnah Wal Jamaah, mereka tidak
kafir yang menyebabkan gugurnya status ke-Islaman dan mrtad dari agama Islam.
Tentang ayat di atas, Ibnu Abbas ra berkata, "Kafir yang dimaksud bukanlah
kafir yang membuat seseorang keluar dari millah (agama). Tidak seperti kafir
kepada Allah dan hari akhir." Hal yang sama juga dikatakan oleh Thaus.
Sedangkan Atha` mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kafir bukanlah
kafir yang sesungguhnya.
Sedangkan
Ibnul-Qayyim menerangkan tentang kandungan ayat itu sebagai berikut,
"Kufur itu ada dua macam. Kufur akbar (besar) dan kufur ashghar (kecil).
Kufur akbar adalah kufur yang mewajibkan pelakunya masuk neraka dengan kekal.
Sedangkan kuur ashfghar akan menjadikan pelakukanya diazab di neraka tapi tidak
abadi selamanya.
Dikutip dari : http://www2.eramuslim.com/aqidah/hukum-menuduh-muslim-sebagai-kafir.htm#.UiyOJpFvbIU
Dikutip dari : http://www2.eramuslim.com/aqidah/hukum-menuduh-muslim-sebagai-kafir.htm#.UiyOJpFvbIU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah yang baik. Allah akan membalas kebaikan sekecil apapun itu